Minggu, 15 April 2012

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA KEPALA


•  Pengertian
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
•  Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
1. Minor
•  SKG 13 – 15
•  Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
•  Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
•  SKG 9 – 12
•  Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
•  Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
•  SKG 3 – 8
•  Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
•  Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
 
Etiologi
•  Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
•  Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
•  Cedera akibat kekerasan.
Patofisiologis
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
Manifestasi Klinis
•  Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
•  Kebingungan
•  Iritabel
•  Pucat
•  Mual dan muntah
•  Pusing kepala
•  Terdapat hematoma
•  Kecemasan
•  Sukar untuk dibangunkan
•  Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
 

Komplikasi
•  Hemorrhagie
•  Infeksi
•  Edema
•  Herniasi
 
Pemeriksaan Penunjang
•  Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
•  Rotgen Foto
•  CT Scan
•  MRI
Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
 
Rencana Pemulangan
1. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.
3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian obat.
4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang.
5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik.
6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.
7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.
 
ASUHAN KEPERAWATAN
  A. Pengkajian
Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
•  Pemeriksaan fisik
- Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik).
- Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
- Sistem saraf :
- Kesadaran à GCS.
- Fungsi saraf kranial à trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
- Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
- Sistem pencernaan
- Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar à tanyakan pola makan?
- Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
- Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
- Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
- Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
- Psikososial à data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.  
C. Intervensi Keperawatan
Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
- Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
- Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
- Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir.
- Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
- Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.
- Pemberian oksigen sesuai program.




Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
- Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
- Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi). Tekanan pada vena leher. pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).
- Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).
- Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
- Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
- Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.
- Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan edema serebral.
- Monitor intake dan out put.
- Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
- Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
- Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
 
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
- Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
- Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
- Perawatan kateter bila terpasang.
- Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.
- Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.
 
Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.
  Intervensi :
- Kaji intake dan out put.
- Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.
- Berikan cairan intra vena sesuai program.
 
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Anak terbebas dari injuri.


Intervensi :
- Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
- Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
- Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.
- Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
- Berikan analgetik sesuai program.
 
Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Tujuan : Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi  :
- Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
- Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.
- Kurangi rangsangan.
- Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
- Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
- Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.
Tujuan : Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal.
Intervensi :
- Kaji adanya drainage pada area luka.
- Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.
- Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.
- Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.
 
Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
Tujuan : Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam perawatan anak.
Intervensi :
- Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya.
- Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.
- Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.
- Gunakan komunikasi terapeutik.
 
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh.
Intervensi :
- Lakukan latihan pergerakan (ROM).
- Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.
- Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak.
- Kaji area kulit: adanya lecet.
- Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.

KESIMPULAN
Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh.
Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi. Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24 jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001.
2. Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta: EGC; 1996.
3. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.
4. Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.

Askep Jiwa Halusinasi


Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119).
Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar.
Tanda dan gejala :
Bicara, senyum dan tertawa sendiri
Menarik diri dan menghindar dari orang lain
Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
Tidak dapat memusatkan perhatian
Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung. (Budi Anna Keliat, 1999)
Penyebab dari Halusinasi
Salah satu penyebab dari Perubahan sensori perseptual : halusinasi yaitu isolasi social : menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993).
Tanda dan Gejala :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindar dari orang lain (menyendiri).
Komunikasi kurang/ tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/ perawat.
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
Berdiam diri di kamar/ klien kurang mobilitas.
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari. (Budi Anna Keliat, 1998)
Akibat dari Halusinasi
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
Memperlihatkan permusuhan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mempunyai rencana untuk melukai.
III. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Perubahan sensori perseptual: halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri
IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi.
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data subjektif :Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
Data objektif : Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.

Perubahan sensori perseptual : halusinasi
1. Data Subjektif
- Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata.
- Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
- Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
- Klien merasa makan sesuatu.
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
- Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar.
- Klien ingin memukul/ melempar barang-barang.

2. Data objektif
- Klien berbicar dan tertawa sendiri.
- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
- Disorientasi.

Isolasi sosial : menarik diri
1. Data Subjektif
- Klien mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.
- Klien mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain.
- Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.
2. Data Objektif
- Klien terlihat lebih suka sendiri.
- Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan.
- Ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

V. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan sensori perseptual : halusinasi.
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.

VI. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1: Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan sensori perseptual : halusinasi.
1. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1. Salam terapeutik – perkenalan diri – jelaskan tujuan – ciptakan lingkungan yang tenang – buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik).
2. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
3. Empati.
4. Ajak membicarakan hal-hal yang ada di lingkungan.

b. Klien dapat mengenal halusinasinya.
Tindakan :
1. Kontak sering dan singkat.
2. Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non verbal).
3. Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang didengar dan apa yang dikatakan oleh suara itu. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak. Katakan perawat akan membantu.
4. Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi.
5. Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi.
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Tindakan :
1. Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi.
2. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk mengontrol halusinasinya.
3. Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi : bicara dengan orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara tersebut “saya tidak mau dengar.”
4. Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/dilakukan.
5. Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian jika berhasil.
6. Libatkan klien dalam TAK : stimulasi persepsi.
d. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala, cara, memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Tindakan :
1. Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping minum obat.
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara, waktu).
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
4. Beri reinforcement positif klien minum obat yang benar.
Diagnosa 2: Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
1. Tujuan Umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
2. Tujuan Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapetutik. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
Perkenalkan diri dengan sopan
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
Jelaskan tujuan pertemuan
Jujur dan menepati janji
Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Rasional :* Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlakukan sebagai dasar asuhan keperawatannya. Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien. Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan pujian
Tindakan:
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif.
Utamakan memberikan pujian yang realistik

c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Rasional : Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasyarat untuk berubah. Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk tetap mempertahankan penggunaannya.
Tindakan:
Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

d. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Rasional : Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya. Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan
Tindakan:
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
Kegiatan mandiri
Kegiatan dengan bantuan sebagian
Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Rasional :Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien. Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan kegiatan yang bisa dilakukan.
Tindakan:
Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Beri pujian atas keberhasilan klien.
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Rasional: Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah. Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan klien. Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
Tindakan:
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa,Jakarta : EGC, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
4. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000